Setidaknya untuk Bunda.

————————————————

Sea menggengam ponselnya erat saat mendapat pesan jawaban terakhir dari Mars. Ia membenturkan kepalanya ke tembok dua kali. Seketika matanya memanas menyesali semua yang terjadi.

Harusnya Sea langsung pergi saat Mamanya bilang kalau ia dijodohkan dengan Mars— pria yang bahkan sama sekali tidak ia kenal.

Harusnya Sea tidak meletakkan perasaannya pada Mars secepat itu.

Harusnya Sea tidak mempercayai Mars dengan mudahnya.

Atau yang paling parah,

harusnya Sea tidak mengizinkan Mars melakukan nya malam itu— malam di mana pria itu belum melakukan perjalanannya ke Kanada sana.

“Argh!” Sea melempar pot bunga di balkon dengan kasar sampai membuat salah satu kaca pembatas retak. Ia mengerang, menjambak rambutnya sendiri dengan kasar.

Dan yang paling parah, ia memukul perutnya berkali-kali sambil menangis. “Kenapa lo hadir di saat ayah lo bahkan seneng-seneng sama orang lain di sana?!”

Bukan. Sea bukan orang yang kuat kalau masalah hati dan perasaan. Sea itu orang yang lembut walau pembawaannya berbeda. Ia memiliki wajah dingin dan sifatnyapun terlihat cuek— tapi sebenarnya ia adalah orang yang hangat.

Bohong.

Bohong kalau semisalnya Sea siap untuk berpisah dengan Mars. Karena bagaimanapun juga ia masih memikirkan nasihat dari Mamanya. “Sehebat apapun kamu bertengkar sama Mars, jangan sekali-kali bikin Mars capek.”

Baru kali ini Sea merasa kalau ucapan Mamanya salah. Karena pada semua yang sudah terjadi, yang paling lelah bukan lagi Mars— melainkan Sea.

“Harusnya ini hari yang bahagia buat gue, Mars...” Sea menenggelamkan wajahnya di lipatan tangan lalu kembali menangis di bawah dinginnya angin malam.

Biar. Biar malam ini yang menjadi saksi seberapa menyedihkannya menjadi Sea Oceania. Dia bukan wanita yang terlahir kuat, tapi Sea adalah wanita yang berusaha untuk kuat. Tidak mempedulikan bagaimana Semesta memperlakukannya secara tidak adil. Toh, mau ia ikut andil dalam hidupnya itu tidak akan berpengaruh banyak.

Karena Semesta pasti punya jalannya sendiri.

“Apa gue gugurin aja?” Tangannya kembali meraih ponsel yang ia letakkan di atas meja lalu mengetik beberapa kalimat yang ada di otaknya. Mencari bagaimana caranya meluruhkan kandungan dalam waktu yang cepat, atau bahkan tidak ada rasa sakitnya— mungkin?

Karena sudah cukup untuknya merasakan sakit luar biasa.

“Nggak! Gue nggak boleh kaya gini.” Sea melempar ponsel lalu menggelengkan kepalanya, dan lagi membenturkannya ke pintu balkon. Tangannya kembali terangkat untuk mengelus perutnya yang masih rata. “Maafin gu— bunda, ya?”

Kedua sudut bibir Sea terangkat dengan sempurna, matanya memejam sampai membuat sisa air di pelupuknya kembali turun membasahi pipi. “Bunda?” ia terkikik geli sendiri sekaligus ada rasa bahagia yang menjalar di dalam tubuhnya.

“Bunda janji akan rawat kamu walaupun sedirian. Asal kamu janji sama Bunda kalau bisa bertahan juga, ya? Kita sama-sama berjuang.” Katanya sambil menyandarkan daksanya yang terasa lelah itu ke pintu.

Matanya menatap jumantara yang entah kenapa malam ini lebih indah dari pada sebelumnya. Rembulan terlihat lebih menerangi bumi dengan senyum ikhlasnya. Bintang berhamburan seolah menemani Sea dalam kegelapan dan sepi.

“Everything happen for a reason, Sea.” Lagi-lagi ia berusaha menguatkan dirinya sendiri. Mengangkat tangannya untuk mengelus perut ratanya. “Terimakasih sudah hadir walau setidaknya untuk Bunda, ya?”

Sea mengambil ponselnya yang sempat ia lempar untuk memberitau semua yang terjadi pada sahabatnya— Arnav. Keputusannya untuk pergi dari Mars sudah bulat. Sea tidak lagi mau menunggu sampai pagi, a hars pergi malam ini juga. Karena kalau tidak, bisa saja Mars datang lebih cepat.

Tangannya yang masih bergetar itu mengetikkan satu persatu kata menjadi sebuah kalimat di ponsel lalu mengirimkannya kpada Arnav.

Setelah beberapa menit, kedua sudut bibrnya terangkat atas balasan yang ditulis oleh Arnav.

Berbeda dengan Anne, Sea punya banyak orang yang menyayanginya di sekitar. Jeffrian, Arnav, Rendy, Dion, Lucky, Dery dan mungkin masih banyak lagi. Semua karena Sea juga orang baik, itu sebabnya ia dikelilingi oleh banyak orang baik.

Semesta tidak sebercanda itu— sebenarnya. Hanya saja, terkadang kejam di saat waktu yang tidak menentu. Benar apa kata Sea.

Semua datang karena ada alasan di baliknya. Tentang hari ini. Tentang semua apa yang terjadi, mengajarkan Sea menjadi sosok yang kuat walau belum sepenuhnya. Nanti, besok, atau lusa mungkin ia akan menjadi sosok itu— independent woman. Membesarkan anaknya sendirian seperti sang Mama.

Terimakasih, Sea karena sudah mengajarkan satu hal hari ini. Menjadi kuat bukan lagi keinginan, tapi memang kita yang harus mewujudkannya tanpa dipinta.