Sebuah usaha bersatu.
Pada akhirnya, semua yang aku perjuangkan akan menjadi sia-sia.
“Ayla, maaf.” Doyoung mengikis jaraknya dan Ayla. Tangannya terangkat untuk merengkuh daksa wanita yang sampai detik ini menjadi kesayangannya.
Mata Ayla kembali memanas. Ia melangkah mundur saat Doyoung mengikis jaraknya. Tangannya terangkat untuk mendorong tubuh itu pelan. Matanya tidak berhenti menatap seorang pria yang katanya akan membawa Jeno ke rumah sakit. Karena bagaimanapun, lukanya harus ditangani dengan segera.
“Kamu...” Tidak pernah terbayangkan sama Ayla kalau untuk mengucapkan satu kalimat saja rasanya sesulit ini. “Kamu...kemana aja, Doyoung?”
Bayangan dua tahun lalu saat wajah Rea yang menjadi wajah pertama yang Doyoung lihat setelah menutup mata selama tiga hari lewat begitu saja di benak pria itu. Rea adalah orang yang menyelamatkannya dari maut, dulu. Sejak saat itu, Doyoung berusaha meletakkan hati— yang tentu saja atas permintaan Mamanya, pada Rea yang padahal memiliki dendam terhadapnya.
“Aku di sini, Ayla.” Katanya sambil tersenyum tipis.
Sekarang senyum itu terasa sangat menyakitkan di mata Ayla. Senyum yang dulu ia harapkan sekarang berubah menjadi senyum yang paling tidak mau ia lihat. Benar, hancur adalah hal yang paling mudah dilakukan ketimbang bertahan.
“Dua tahun, Doyoung..” Ayla menaikkan dua jarinya di hadapan Doyoung. Air matanya mengalir begitu saja tanpa dipinta. “Dua tahun aku cari kamu. Dua tahun aku menahan beban sendirian. Dua tahun aku bertahan... Dua tahun aku dianggap gila sama orang-orang sekitar, Doyoung...”
Wanita itu mengatur napasnya, ia tidak lagi mau meredam emosi yang bergejolak di dalam hatinya. Ini bukan lagi masalah hati, ini bukan lagi tentang kerinduan. Tapi ini adalah tentang waktu. Waktu yang ia habiskan untuk meratapi dan mengharapkan kepulangan seseorang adalah hal yang sia-sia.
“Ayla, gimana? Udah bahagia lagi sama Jaehyun?” tanya Doyoung sambil tertawa kecil. Demi apapun, jantungnya terasa ingin lepas dari tempatnya sekarang juga.
Ayla tertawa sarkas, “kamu pikir aku semudah itu ngelupain kamu, Doyoung? Kamu pikir aku nggak berusaha mati-matian cari bahagiaku tanpa kamu? Iya, bener. Jaehyun salah satu orang yang selalu ada di samping aku pas kamu nggak ada. Tapi nyatanya? Aku bener-bener stuck di kamu. Hati aku mati, Doyoung!” tangannya terangkat untuk menampar pipi mulus sebelah kiri milik pria di hadpannya.
Bisa-bisanya Doyoung memiliki pemikiran sependek itu di saat Ayla mengalami hal yang tidak mudah dalam dua tahun ini.
“Kamu tau, Doyoung? Dua tahun aku berusaha ngembaliin hidup aku. Dua tahun aku cari kamu. Dua tahun aku hidup dengan banyak tekanan. Kenapa? Kenapa kamu malah hidup bahagia di atas semua penderitaan aku, Do? Kenapa kamu malah pilih orang lain buat dampingin kamu? Kamu nggak cari—”
— GRAB!
Doyoung memeluk daksa itu dengan kasar yang membuat tamu undangan membulatkan matanya tiba-tiba. Rea sudah menahan air matanya di belakang Doyoung. Di samping gadis itu ada Aksara— orang yang merencanakan semuanya. Ia dendam kepada Ayla karena sampai sekarang calon isterinya tidak ditemukan setelag kecelakaan dua tahun silam.
“Maafin aku. Maafin aku. Maafin aku.” katanya berkali-kali. Doyoung menekuk lututnya di hadapan Ayla, tangannya meraih jemari milik wanita itu.
“Dika— Sorry, Doyoung bangun!” Rea menarik kasar tangan Doyoung. Ia menatap Doyoung lembut, lalu memajukan wajahnya, mengikis jarak antara ia dan Doyoung.
Rea dengan sengaja menempelkan bibirnya pada milik Doyoung di depan Ayla. Bersamaan dengan itu, Ten meraih tangan Ayla. Membawa wanita itu dalam pelukannya. Menutupi pandangan wanita itu untuk tidak melihat adegan di depan dengan dada bidangnya. Sekarang Ayla aman bersama dengan Ten di depannya juga Jaemin di belakangnya.
“Maafin saya, Ayla...” Ten semakin menenggelamkan Ayla di pelukannya. Demi apapun, ia tidak akan lagi membiarkan siapapun menyakiti wanita yang malang itu. Ten bersumpah dalam hati ia akan menjaga Ayla.
Tiga menit kemudian tangan Ten terasa ditarik kasar oleh seseorang. “Dia masih isteri gue!”
Ten berdecih, “MANA ADA SUAMI YANG CIUMAN DI DEPAN ISTERINYA SENDIRI?”
Satu pukulan mendarat di wajah mulus milik Ten. Ia dapatkan itu dari Doyoung dengan wajah merah padamnya. Semua manusia di ruang persegi itu semakin kaget di buatnya— termasuk Ayla. Tidak pernah ia lihat sisi Doyoung yang satu ini.
“Doyoung!” Ayla menarik tangan pria itu, memintanya berhenti untuk membabi-buta Ten yang sudah mulai kualahan tapi masih tetap bisa tersenyum di saat matanya menatap Ayla.
Ayla semakin merasa bersalah di buatnya. “Kamu... Kamu makin bikin aku takut sama kamu, Doyoung...”
“Ayla, Ayla dengerin aku..” Doyoung menangkap bahu Ayla, menatap netranya dalam. “Dua tahun. Dua tahun aku cuma bisa lihat kamu dari kejauhan. Dua tahun aku sama tersiksanya sama kamu. Dua tahun aku kepingin meluk kamu. Dua tahun juga aku nahan rasa sakit karena lihat kamu dilindungi Jaehyun.”
Doyoung menarik napasnya, ia membawa Ayla ke dalam dekapnya lagi. “Demi tuhan. Aku juga nggak mau kaya gini, Ayla. Tapi semesta maunya gini, kan? Demi tuhan, aku juga lagi berusaha membenahi semuanya, Ayla.”
“Membenahi dengan cara kaya apalagi, Doyoung? Menikah dengan wanita lain?” Tanyanya tanpa mau menatap pria di hadapan. “Aku capek, Doyoung... Biarin aku pergi dari hidup kamu. Kamu... Maunya gitu, kan? Mama kamu maunya gitu, kan?”
Ia masih mengusahakan senyum tipisnya. Demi apapun, Jaemin tidak bisa bergerak di tempatnya. Ia ingin menghantam wajah Doyoung sekarang juga. Tapi Ten menahan pergelangan tangan anak laki-laki itu.
“Kita... Kita sampai di sini, Doyoung. Besok aku urus perceraiannya...”