Perjuangan yang tidak ada habisnya.

Boleh saya balik, Ayla? Di bagian kali ini, saya kembali memerjuangkanmu.

“Ayla, maaf...” Doyoung menundukkan kepalanya dalam, ia menarik napasnya. Memejam sebentar sebelum akhirnya mengatakan, “maaf kalau aku maunya kamu— tapi kalau kamu keberatan, aku siap kembali berjuang buat kamu, Ay. Sembilanbelas tahun aku perjuangin kamu dulu, dan aku nggak mung— Ayla?”

Doyoung mengarahkan pandangannya ke sana-sini, di depannya kosong. Ayla sudah pergi meninggalkannya tanpa tau kenapa Doyoung meminta maaf. Ayla, salah paham, mungkin?

“Lah, ini gimana sih?” Doyoung menggaruk kepalanya yang benar-benar tidak gatal. Ia memuruskan untuk berjalan untuk mencari Ayla yang mungkin saja masih di sekitar sana.

Matanya menyipit saat di depan sana ada wanita yang ia cari tengah berbincang dengan pria berjas hitam. Tangannya memberikan satu map berwarna hijau ke hadapan Ayla. Kemudian, wanita itu menjabat dan berucap terimakasih.

Netra Doyoung masih fokus pada Ayla tapi di sampingnya sudah ada pria yang tubuhnya lebih kecil. “Barusan pengacaranya Ayla, dan itu syarat-syarat perceraian yang harus Ayla serahin.” katanya.

“Ten?” Doyoung mengerinyit tidak percaya saat mendapati Ten dengan satu botol air mineral di tangannya. “Lo...”

Pria itu tersenyum kecil, “kejar, Do. Gue yakin Ayla nggak sepenuhnya siap kehilangan lo.”

“Tau dari mana lo?” Doyoung mengalihkan atensinya pada Ayla yang sekarang sedang duduk di kursi tunggu dan membolak-balik lembaran di tangannya. Wanita itu tampak fokus dengan bacaan di sana.

Ten terkekeh sumbang, “gue Dokternya kalau lo lupa.” netranya mengikuti milik Doyoung, menatap wanita itu. Dalam batinya, Ten menertawakan dirinya sendiri. Langkahnya terlambat. Tapi tidak bisa dipungkiri, walau Ten meletakkan hatinya pada wanita itu, ia hanya mau Ayla bahagia— dengan siapapun.

“Gue harus ngapain, Ten?” Doyoung menyandarkan tubuhnya pada pilar, memejamkan matanya sebentar.

“Payah banget. Status doang Direktur rumah sakit. Bolak-balik ngeliat darah pas operasi, kalau masalah hati cupu alias payah banget lo.” katanya sambil tertawa. Ten membenarkan letak kacamatanya. Ia menyodorkan botol mineral di tangannya ke arah Doyoung.

“Apa?”

Hampir saja Ten menggeram kalau tidak menyadari berada di mana ia sekarang. “Mau gue yang kasih atau lo yang kasih? Ayla harus banyak minum air putih biar otaknya kembali fresh.”

Doyoung menerima botol mineral itu, tangannya yang bebas menepuk bahu Ten dua kali. Memang sahabatnya ini tidak pernah mengecewakan. Doyoung bahkan membabi-butanya kemarin, tapi Ten tetap membantunya.

Doyoung...

Semua Ten lakukan hanya untuk kebahagiaan Ayla.

“Bentar,” Ten menarik tangan Doyoung saat pria itu baru saja melangkah dua kali. “Kalau Ayla mau balik sama lo, jangan sakitin dia lagi. Lo harus jaga dia. Dan kalau nggak mau, jangan dipaksa... Gue nggak mau lihat dia setersiksa kemarin.”

Pria di depan Ten mengacungkan dua jempolnya pertanda setuju. Keduanya tertawa kecil setelah itu.

Tidak seperti Doyoung yang berjalan dengan senyum penuh, di sini Ten tengah menahan perih di bagian hatinya sambil tersenyum masam. “Sekali lagi lo bikin dia sakit, gue yang ambil langkah, Do.”

— WAKTU —

Ayla membaca kalimat demi kalimat di atas kertas itu. Memeriksa apa saja persyaratan yang harus ia siapkan untuk pengajuan besok pagi. “Buku nikah, foto— eh?”

Di depannya ada Doyoung yang berdiri sambil tersenyum penuh. Ia mengambil alih map hijau dari tangan Ayla. “Jangan urusin apa-apa, Ayla.”

Wanita itu mengerinyit kebingungan, “bukannya ini yang kamu sama mama kamu mau, Do?”

“Minum dulu,” Doyoung menyodorkan air mineral di tangannya. Lalu memosisikan dirinya untuk duduk di samping sang isteri. “Ay.. Yang punya rasa itu aku, bukan Mamaku. Aku berhak menentukan siapa yang akan jadi isteri aku. Dan kamu punya hak akan itu...”

Tangannya meraih air mineral dari tangan Doyoung, sekedar menetralkan pikirannya. Ia juga bingung mau kaya gimana menghadapi Doyoung. “Do... aku capek...”

Pria di hadapannya tersenyum miris. Ia hanya bisa berandai-andai sekarang. Andai ia tidak memilih langkah yang salah. Andai ia tidak menerima permintaan Aksara untuk menikahi saudara perempuannya, Rea. Dan andai... Ayla mendengar pernyataannya di rooftop tadi.

“Ay, kesempatan kedua?” pintanya dengan tatapan tulus.

Sayangnya, Ayla dapat melihat ketulusan itu. Sayangnya, Ayla tidak dapat menahan hatinya. Sayangnya, Ayla juga merindukan— ralat, sangat merindukan pria di hadapannya.

“Okay,” Doyoung bangkit dari kursinya. Ia memasang senyum yang dipaksakan. Pikirannya ke mana-mana. Ia tau, ini salah dan itu tandanya ia harus memulai memerjuangkan wanita ini, kan? “Aku udah tau jawaban kamu, Ay. Kamu bener-bener mau pisah, kan? Nggak apa-apa. Aku ke kamar Jeno dulu, ya? Setelah itu baru kamu...”

Tangan Ayla terangkat untuk menahan langkah Doyoung, “mas...” jantungnya berdetak kencang saat ia memanggil Doyoung dengan panggilan seperti ini. Ia menghangat, tidak juga dapat menahan senyumnya. “Setiap orang berhak mendapat kesempatan kedua, kan?”

Pria itu membulat di tempatnya. Matanya mengerjap berkali-kali, masih tidak percaya dengan apa yang diucapkan wanita di hadapannya. “Aku janji akan jaga kamu, Bun. Aku janji nggak akan berpaling dari kamu. Aku janji akan menjaga hatiku untuk kamu. Aku jan—”

— Cup.

Ayla mengecup pipi kiri pria itu. Ia tersenyum manis. “Jangan janji ya, mas? Karena nggak semua janji bisa ditepati. Sekarang, gunain kesempatan ini dengan baik kalau kamu serius sama aku...”

Doyoung mengangguk mantap, “Bun, makasih, Bun. Demi apapun, aku... aku mau nangis.”

“Cengeng banget— eh, mas? Mamamu...”

Tangan Doyoung terangkat untuk mengelus rambut isterinya lembut. “Kita berjuang bareng-bareng untuk ambil hati Mama, ya? Kamu jangan salahin dirimu sendiri atas masalalu kamu. Nggak ada yang tau kenapa kamu ngelakuin hal itu, kan?”

Ayla mengangguk, ia menenggelamkan dirinya di dada bidang sang suami. “Mas...”

“Ssst” Doyoung mengelus punggung si isteri. “Aku yang bilang, ya? Makasih banyak, Ayla. Makasih udah bertahan sampai detik ini.”

Ia mengangguk di dalam pelukannya. “Aku sayang kamu, dan itu selalu.”

“Aku sayang kamu, dan itu selalu.” ulang Doyoung sambil mengecup puncak kepala Ayla.