Jingga meletakkan ponselnya di atas meja, lalu dengan semangat menyimak cerita dari Naren yang sedang menggebu bercerita tentang pasien di kamar mawar— si cantik pengindap kanker paru-paru.

“Permisi, Dokter Jingga?” Seorang perawat memunculkan kepalanya dari balik pintu ruangan Jingga lalu tersenyum kecil dan berjalan untuk memberikan satu papan catatan khusus pasien yang ditanganinya. “Ini keluhan pasien di ICU dan kondisinya sekarang.”

Jingga tersenyum sambil mengecek beberapa catatan yang dibuat tadi pagi lalu mengerinyit bingung sebelum akhirnya ia menemukan beberapa gejala yang aneh. “Ini .... beneran mengeluh sesak napas dan batuk?”

Perawat bernama Hana itu menangguk ragu. “Iya, tadi saya ngobrol sebentar sama beliau.”

“Nanti kalau ada keluhan lagi, atau batuk dan sesaknya jadi parah tolong kabari saya, ya, Hana?” Pinta Jingga yang langsung dihadiahi anggukan mantap dari gadis muda itu.

Sepeninggalan Hana, kini Jingga kembali menatap Naren yang sedang melahap makannya. Pria kecil ini selalu mengingatkan Jingga pada Renan—sebab Naren selalu ada di dekatnya.

“Dokter Jingga! Ada kecelakaan di depan rumah sakit!” Perawat bernama Hana tadi kembali lagi dengan berita yang jauh berbeda dari sebelumnya dan hal itu membuat Jingga langsung meraih jas putihnya kemudian berlari semampu yang ia bisa untuk sampai ke lobby.

Jantungmya berdetak cepat saat mengetahui siapa yang terbaring lemah di dalam sana. Dengan cepat Jingga membantu para perawat untuk mendorong emergency stretcher ke dalam ruang operasi. Jantungnya bekerja lebih cepat saat wanita yang terbaring lemah di atas sana menarik napas berkali-kali, meraup oksigen seolah-olah tidak memperbolehkan siapapun mengambilnya.

“Berhenti!” Pekik Jingga saat melihat perempuan itu menitikkan air mata. Dengan gerakan yang terburu Jingga langsung naik ke emergency stretcher yang kemudian didorong dengan cepat oleh yang lain.

“Amel .... kamu harus bertahan.” Entah kenapa, Jingga merasa hantinya sakit ketika melihat perempuan yang bahkan tidak peduli dengannya itu bersimbah darah. Kuasanya terangkat untuk memasangkan kantung oksigen. “Aku bakal bantu kamu, ayo bertahan!”