Jangan bandingkan diri kamu.

————————————————

Lima bulan sudah berlalu. Itu artinya kandungan Sea memasuki bulan ke enam. Ia duduk di ruang tamu Apartment Arnav yang selama ini dijadikan tempat tinggalnya. Matanya memejam, menahan sakit di bagian perut yang sudah mulai membesar kala ia ingin mengambil ponselnya.

Tidak ada kegiatan lain yang Sea lakukan selain menonton televisi atau bahkan bermain ponsel. Sesekali ia menunggu kepulanan Arnav yang katanya akhir-akhir ini sedang sibuk di cafenya.

Dua minggu lalu Sea sudah bertemu dengan notaris mendiang Mamanya juga keperayaan sang Mama yang sekarang mengurus perusahaan. Dan Sea memutuskan akan mengurus perusahaan Abigail's dengan tangannya sendiri setelah a resmi bercerai dengan Mars di masa depan.

Ah, soal pria itu,

Sea bahkan tidak tau di mana Mars sekarang. Bagaimana bentuk keadaannya atau paling tidak bentuk tubuh pria itu. Sea memutuskan untuk memutus semua komunikasinya dengan Mars.

Statusnya masih isteri Sah Mars di mata negara, namun di mata agama— Sea juga tidak tau karena ia tidak begitu mengerti tentang hal itu.

Ia kembali meletakkan ponsel di atas meja, lalu beralih mengambil remote untuk menyalakan televisi.

Mata Sea memanas kala ad satu media yang sedang meliput satu pernikahan dari puteri seorang perusahaan besar. Awalnya Sea tidak peduli siapa dia— tapi tentu setelah nama Mars terdengar sangat jelas di telinga, jantungnya terasa mati.

Air mata sialan itu kembali turun dari pelupuknya setelah sekian lama. Hari ini resmi Mars Antarion mempersunting Anne— isteri keduanya.

Kenapa?

Kenapa juga harus banyak media yang meliput? Apa karena Anne adalah puteri dari seorang pengusaha kaya raya? Sea juga tidak kalah.

Atau karena Anne memiliki wajah yang menarik?

Atau karena memang sengaja?

Parahnya,

kenapa juga Sea menyalakan televisi saat ia bahkan malas untuk menonton beberapa siaran.

Kenapa rasa bosannya melanda?

“Ah!” Sea melempar remote di tangannya sampai mengenai layar televisi lalu kembali menenggelamkan wajahnya di lipatan tangan.

Menangis sejadi-jadinya sore ini bukanlah masalah karena Arnav tidak lagi di kediaman.

Bohong. Bohong kalau Sea bisa melupaka begitu saja. Bohong kalau Sea mengikhlaskan apa yang terjadi ke depannya. Dan parahnya, Bohong kalau Sea menerima jika dimadu.

Sea menginginkan Mars. Sea menjadikan pria itu satu-satunya. Sea mau pria itu kembali.

Semesta, bagaimana?

“Oci!” Jeffrian yang baru saja masuk dengan dua tas karton besar— berisi makanan dan pakaian bayi — itu langsung meninggalkan tas kartonnya di belakang pintu.

Pria itu berlari kecil terlebih saat netranya mendapati televisi yang sudah hancur di depan sana. “Lo liat televisi?”

Sea menggeleng, air mata kebodohannya lagi-lagi turun tanpa mau dihentikan. “Ini keputusan lo, Ci...”

Wanita itu mengangguk, menghapus jejak air matanya lalu menatap Jeffrian dalam. Ia tidak tau apa yang ingin ia lakukan. Ia hanya ingin berlabuh di tempat yang lebih hangat dan menenangkan.

“Kak Jeff,” panggilnya.

Jeffrian berdeham sambil tersenyum tulus. “Ada perlu apa? Mau makan? Mau minum? Perutnya sakit? Dedeknya nendang?”

“Mau... peluk, boleh?”

Kadang, Sea tidak butuh ditanya kenapa dan apa yang ia inginkan di saat seperti ini. Karena jelas jawabannya cuma satu— Mars.

Tanpa aba Jeffrian langsung membawa daksa itu ke dalam pelukan hangatnya. Ia tersenyum di atas kepala Sea, matanya dipejamkan sebentar.

“Kak... apa Anne lebih cantik dari gue?”

Jeffrian menggeleng.

“Apa Anne lebih baik dari gue?”

Ia menggeleng lagi. “Kalo dia lebih segalanya dari lo, dia nggak akan ambil apa yang lo punya. Lo itu terbaik, Ci.”

Wanita itu mengangguk, menatap wajah Jeffrian dari bawah. “Kak...”

“Hm?”

Sea menjauhkan tubuhnya, “itu... gue gantiin televisinya Arnav gimana?”

Demi apapun, ini yang disukai oleh Jeffrian. Sea itu pandai menutupi luka— sungguh.

“Nanti gue yang bilang Arnav dan beliin yang baru, okay?”

Sea tertawa, “tadi lo bawa makanan, kan? Ayo makan!”

“Gue juga beliin baju bayi tadi, mau liat?”