Hati adalah penentu.
Ayla melirik suaminya sekilas, memastikan bahwa pria itu baik-baik saja saat ini. Pasalnya iapun tidak tau apa yang membuat Doyoung berbicara sedemikian rupa di kamar Jaemin. Detik itu masih selalu membekas di benak Ayla. Walau sudah beberapa menit yang lalu, tapi rasanya begitu takut. Ia tidak lagi mau kehilangan sosok di sampingnya.
“Apa aja yang mau dibeli?” Doyoung memecah keheningan. Ia memutar stir mobilnya untuk masuk ke dalam salahsatu pusat perbelanjaan di Jakarta.
Bukan Ayla, kini justru puterinya yang berada di pangkuan wanita itu membuka suara. “Ice cream, permen, cokelat, em.... sama apalagi ya?” Ia mengetuk telunjuknya di bagian dahi, “ah! Rambut palsu!!!”
Doyoung tidak bisa menahan tawanya. Ia segera memarkirkan mobilnya, lalu berjalan memutar ke kursi penumpang. Ia membawa Raina ke dalam gendongannya lalu membantu Ayla untuk turun dari mobil.
“Mau beli apa?” Tanyanya lagi. Ia tidak juga melepaskan genggaman tangannya dari jari kecil milik sang isteri. “Bahan makanan pada habis, kan?”
Ayla menggeleng. Setelah resign, ia pasti memeriksa dan memastikan bahwa mereka tidak kehabisan bahan makanan di setiap malam. “Udah dibelanjain Mbak Ina pagi tadi di Pasar Besar.”
Doyoung mengangguk saja, ia mendudukkan Raina pada troli yang baru saja diambilnya. Kedua tangannya ia gunakan untuk mendorong troli. Kemudian ia berjalan ke arah makanan ringan untuk di rumah karena barusan saja Raina merengek ingin dibelikan salah satu olahan rumput laut.
Melihat Raina sedang menimang jajanannya, Ayla segera berjalan mendekati suaminya. “Mas,”
Doyoung hanya berdeham saja tanpa mengalihkan pandangannya dari si anak bungsu.
“Mas kok tadi ngomong sama Jaemin gitu?” Ia memainkan jemari suaminya. “Kamu nggak lagi mau menyerah, kan?”
Doyoung mengibaskan tangannya, “ya nggak lah.”
“Terus?”
Pria itu mengerutkan dahinya pertanda bingung. “Kok terus? Aku cuma bic ara fakta, sayang. Selagi kamu sama aku, ya aku usahain bahagiamu.” Ia mengacak rambut isterinya gemas.
Seketika, atensi Doyoung beralih pada sepasang suami isteri yang berdiri tidak jauh dari mereka. Sedangkan Ayla kini malah sibuk memilih makanan ringan bersama Raina— sesekali Ibu dan anak itu berbeda pendapat tentang varian rasa yang mereka akan bawa pulang. Padahal Doyoung sudah meminta untuk beli saja keduanya kalau mereka menginginan beda varian. Toh, dimakan juga, kan?
Tapi semua ucapan Doyoung dipatahkan oleh Ayla dengan dalih, “Sayang uangnya. Lebih baik simpan, operasi Jeno bulan depan.”
“Mbak Ayla?” Pasangan suami isteri tadi berjalan pelan menghampiri Ayla yang sebelumnya sedang tertawa bersama Raina karena gadis kecil itu memperagakan salah satu iklan di televisi.
Ayla mengalihkan atensinya saat suara itu mengingrupsi. “Stef? Ah,— Jaehyun? Apa kabar?” Tanyanya ramah.
Stef tersenyum manis sembari mengangguk, tangan kanannya memegang tulip merah yang membuat Ayla sedikit mengerinyit. “Tulip merah?”
“Ah, ini...” Stef mengangkat bunganya, memperlihakan sepenuhnya ke arah Ayla. “Barusan dibeliin Jaehyun, Mbak.”
Ayla tersenyum tipis kala netranya menatap Jaehyun yang justru sedang tersenyum canggung— wajah pria itu bahkan terlihat agak menegang. Pasalnya dulu setiap kali Ayla meminta dibelikan bunga anyelir putih, Jaehyun sering mengatakan, “aku nggak suka bunga. Jangan simpan bunga apapun di rumah.”
Padahal, Ayla sangat menyukai Anyelir Putih. Karena kata Ibunya, Anyelir memiliki makna yang sangat dalam.
“Mbak?” Stef mengibaskan tangannya di depan wajah Ayla.
“Ah, iya?” Ayla menangkat kedua sudut bibirnya tipis. Ia berjalan ke arah Doyoung yang sekarang justru sedang terkekeh singkat.
“Kamu lucu kalau lagi kaget. Mikirin apa?” Tanyanya seolah tidak peduli dengan kehadiran Jaehyun, Stef juga puteri kecil mereka.
“Nggak. Nggak ada apa-apa.” Ayla memasukkan beberapa makanan ringan ke dalam troli.
Dengan tiba-tiba Jaehyun menahan pergerakan wanita itu kala memasukkan beberapa makanan ringan lagi. “Jangan makan ciki banyak-banyak.”
Doyoung maupun Stef mengerinyit kebingungan dalam diam. Tapi diam-diam mereka menunggu kalimat Jaehyun selanjutnya. “Gendut. Nanti tambah jelek.”
Brengsek.
Dia berbohong.
Manusia itu berbohong.
Jaehyun hanya tidak ingin kejadian duabelas tahun lalu terulang di hidup Ayla. Wanita itu harus diopname lima hari karena tidak memakan nasi dan memilih makanan ringan saja untuk mengisi perutnya.
“Nggak apa-apa gendut. Kan dia sudah jadi milik saya.” Doyoung mengangkat sebelah sudut bibirnya, “yang berhak mengatur hanya saya, kan?”