Hai, Bumi.

Bumi, Hai?

Rasanya canggung, ya?

Setelah empat tahun kepergianmu aku tidak lagi suka menuliskanmu, Bumi. Tapi kali ini aku kembali menuliskanmu, bercerita tentang kamu.

Tidak begitu peduli kalau mereka yang membaca nanti akan menyukaimu.

Bumi..

bagaimana Vancouver? Apa dia lebih baik dari Jakarta?

Waktu kita bertemu di Kalata, kamu bilang kalau kamu selalu menyukai Jakarta selama masih ada aku di dalamnya. Tidak peduli seberapa macet dan panasnya jalanan.

Hari ini aku sudah mewujudkan mimpimu, Bumi. Aku menjadi seorang Author yang walah ceritaku belum begitu terkenal tapi semoga membekas di relung hati sang pembaca.

Terima kasih, ya, Bumi. Karena kamu aku menjadi punya teman-teman pembaca yang hebat. Teman-teman pembaca yang selalu ikut kemanapun aku membawa alurnya.

Karena mewujudkan mimpimu untuk menjadi seorang Author, aku jadi punya satu tujuan dalam hidupku; membuat cerita yang selalu hidup agar mereka juga terhanyut di dalamnya.

Oh iya, Bumi. Soal Kalata, cafe yang kamu bangun atas namaku juga kota kesukaanmu; Jakarta, itu dijaga dengan baik oleh Arjuna. Aku sesekali datang mengunjungi untuk mengecek beberapa pemasukan.

Menunya tidak pernah diganti nama. Minuman utama masih sama namanya; Manis dan hangat seperti Kala (Hot Chocolate) yang menjadi menu kesukaanmu.

Bumi, Bumi..

kamu ingat tidak? toko bunga di depan Kalata? Sekarang Ibu si pemilik sudah tidak ada di dunia. Dan Toko Bunganya dijaga oleh puterinya bernama— Regita. Katanya ia mengenalmu, dan sejak saat itu aku cemburu. Pasalnya, ia cantik sekali. Pipinya semerah mawar, hidungnya sebagus itu dan bola matanya bersinar terang ketika membicarakanmu.

Bumi, sudah, sampai di sini saja, ya? aku pamit. Sekala pamit, Bumi. Sekala tidak akan lagi menganggu hidupmu juga Raina. Sekala mundur. Sekala yang selalu kamu banggakan merasa kalah.

Bumi, berbahagialah, selalu.

Jangan datang lagi, Bumi. Aku tidak suka menunggu dan aku tidak suka omong kosong..

— Sekala Bening. 8.46 PM