Dear, D.

Hai, Do?

It's 01.06 dan yaaaaa selamat malam, capt! Bosan nggak? Semoga aja nggak. Semoga. Semoga. Semoga. Do, kamu tau? Akhir-akhir ini banyak banget sesuatu yang selalu aku semogakan. Dan perlahan, semesta mengabulkannya.

Di lembar kali ini, aku kembali percaya pada semesta. Karena benar, Do. Nggak ada yang lebih indah dari rencana-Nya.

Oh iya, omong-omong sejak aku disuruh Dokter Ten untuk menulis Diary, semuanya jadi agak membaik. Buku adalah satu-satunya yang bisa mengerti aku selain diriku sendiri, Do. Tentu selain kamu juga.

Malam ini, banyak banget kemungkinan yang makin lama makin bikin aku percaya kalau kamu masih dan akan selalu bertahan di dunia ini. Do, nggak bosan aku bilang ini... Jangan lupa jalan pulang, ya?

Aku nggak lagi mau mengeluh capek, Do. Karena kata Dokter Ten, “kalau ditanya siapa yang paling lelah di cerita ini jawabannya bukan kamu, tapi semesta.”

Awalnya aku juga bingung kenapa semesta yang paling lelah padahal semuanya aku yang jalani. Tapi aku kembali berpikir, semesta susah payah menuliskan kisah ini tapi aku menyerah begitu aja. Rasanya nggak adil kan, Do? Jadi aku memutuskan untuk tetap di sini, di samping dan selalu bersama anak-anak.

Oh iya, soal anak-anak... Jaemin sama Jeno udah jadi mahasiswa, mereka tumbuh dengan baik, Do. Nggak ada yang kekurangan sedikitpun. Maaf ya, kalau aku nggak jadi resign setelah project panti. Karena aku nggak tau ada pemasukan dari mana lagi nantinya. Aku bangga, Do. Aku bisa bertahan sejauh ini, dua tahun tanpa kamu. Walau kadang rasanya kosong dan begitu hampa.

Tapi di lembar kali ini, aku masih belum mau mengikhlaskanmu. Walau ada banyak orang yang meminta, tapi nggak. Aku di sini, selalu menunggu kepulanganmu.

Do, Raina belum mendapat kado ulang tahun dari Papanya loh. Kamu nggak mau kasih? Atau ucapan singkat penuh makna, mungkin?

Rasanya nggak pernah salah kalau aku terlalu berharap pada semesta kan, Do? Lagi pula, akhir-akhir ini juga semesta selalu mengabulkan apa yang aku semogakan. Nanti, kalau semesta nggak lagi mengabulkan, tenang aja. Aku nggak akan menyalahkan semesta karena semuanya murni kesalahanku, Do.

Soal pengharapan, bukannya manusia memang begitu, Do?

Dia yang meletakkan harap, lalu dia juga yang marah kalau seluruh realita tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya.

Aku juga manusia, Do. Tapi aku nggak lagi mau menyalahkan semesta. Karena tanpa-Nya, kisah KITA nggak akan mungkin seindah kemarin, walau lukanya masih selalu membekas di aku. Hahaha.

Omong-omong malam ini aku nggak ngelakuain bagian tubuhku lagi, Do. Dan besok aku kembali perawatan sama Dokter Ten. Bangga, nggak? Kalau bangga, apa yang mau kamu ucapin ke aku? Hahaha kalau kamu di sini, pasti udah meluk aku, Do.

Udahlah, aku ngantuk nih. Tuhkan! Aku tuh paling nggak bisa menutup sebuah tulisan yang aku mulai, Do. Karena rasanya, aku suka menuliskanmu. Segalanya tentang kamu itu nggak akan pernah ada habisnya, Do. Terlalu banyak kalimat yang ingin kuutarakan untuk menuliskanmu.

Jadi, ya? Di manapun kamu berada, hiduplah dengan baik, Do. Karena aku di sini selalu berusaha menemukanmu. Karena bahagiaku ada di kamu.

— Bagian dari KITA, Ayla.